-->
  • Pesan Religius Islami Di Dalam Sistem Perlambangan Wayang Golek Di Pasundan


    Oleh: Drs. H. Asep Sugandi Sunaryana
    Seniman Dalang Wayang Golek Gàya Priangan, pencipta syair lagu sunda


    I. PENDAHULUAN 
    Kehadiran suatu lambang baik dalam bentuk warna, cahaya, gerak maupun suara selalu mewarnai sebagaian besar sisi kehidupan manusia sebagai makhluk yang mampu melambangkan sesuatu yang dituangkannya kedalam objek materil tertentu, sehingga objek materil tersebut memiliki nilai dan makna tersendiri karena mengandung pengertian-pengertian abstrak. Dalam keterkaitannya dengan hal tersebut, Cassier menjuluki manusia sebagai ‘animal symbolicum’ demikian diungkapkan oleh Harsojo di dalam Pengantar Antropologi, 1967”.

    Eksistensi suatu lambang yang paling menonjol dapat kita lihat dalam kehidupan berkelompok, misalnya pada perkumpulan olah raga, organisasi kemasyarakatan, perkumpulan kesenian, bela diri, dsb. Bahkan perkumpulan masyarakat tersebut memerlukan lambang sebagai ciri identitas keberadaannya. Lihatlah gambar garuda pancasila, bendera merah putih, itulah lambang dari negara Republik Indonesia.

    Biasanya lambang bagi kelompok-kelompok tersebut diwujudkan dalam bentuk lukisan, bendera, panji, bahkan dalam bentuk syair, lagu, gerakan tertentu, tarian tertentu yang mengandung makna musti yang diembannya.

    Suatu hal yang sangat penting ialah manakala manusia dikaitkan dengan kebudayaan, keterkaitan budaya dengan bahasa akan lebih memperjelas pentingnya lambang dalam kehidupan sosial manusia.

    Harjoyo pada sumber yang sama memberi penjelasan bahwa, “Kebudayaan merupakan sifat yang esensial bagi manusia. Hanya manusialah yang mampu berkebudayaan karena manusia dapat berbahasa dan belajar kemampuan ini disebabkan manusia dapat menggunakan lambang dan tanda yang bersumber pada akal manusia. Adapun alat belajar yang paling utama adalah bahasa, yang pada analisa terakhir merupakan sistem lambang dan tanda”.

    II. LAMBANG DAN TANDA 
    Beberapa definisi atau pengertian lambang yang dikemukakan para ahli, diantaranya:
    1. Secara denotatif, S. Wojowasito di dalam bukunya (kamus Lengkap, 1980) menerjemahkan kata lambang kedalam bahasa Inggris adalah “Symbol, emblim, symbolic definisition, caracteristic”, Kata “emblem” disebut sebagai simbul atau lambang , sedangkan “symbolic” adalah sebagai lambang. Adapun “definition” diartikan sebagai mewakilkan atau menggambarkan. Demikian pula “character” diterjemahkan sebagai tabiat, perangai, budi pekerti”.
    2. Seorang sesepuh padalangan di Pasundan, R.A. Darya yang dikutip oleh Atik Sopandi,mengemukakan pengertian lambang atau gambar, tanda, atau kalimat yang menunjukkan suatu ciri khas yang mempergunakannya. Misalnya, Burung Garuda Pancasiala adalah lambang negara RI. Rahwana adalah lambang angkara murka,. Kebaikan dan keadilan adalah Rama (Atik Sopandi, pagelaran wayang golek Purwa Gaya Priangan, 1984).
    3. L.A. White yang dikutip oleh Harsojo mengemukakan pengertian lambang sbb: “... Adapun yang dimaksud dengan lambang adalah benda alam objek material yang nilai atau arti yang ada padanya ditetapkan oleh orang yang menggunakan obyek itu sebagai benda, karena ia harus bentuk fiktif yang dapat dimati oleh pancaindra manusia. Lambang itu mungkin berupa suara, warna, grerakan-gerakan atau bau-bauan yang melekat pada benda itu atau objek materil itu. 

    Dari beberapa pendapat tersebut dapat kita petik beberapa hal penting mengenai lambang, diantaranya:
    1. Lambang adalah suatu benda atau objek materil tertentu yang dapat ditangkap oleh pancaindra manusia.
    2. Lambang berhubungan erat dengan proses menggambarkan karakteristik, sifat, tabiat, watak sesuatu yang dituangkan kedalam benda tersebut sehingga benda tersebut mengandung makna tersendiri karena memiliki pengertian –pengertian abstrak sebagai pesan dari pembuat lambang. Contoh,wayang golek sebagai objek material, bermuka warna merah tua, bermata melotot, gigi bertaring, melambangkan keangkaramurkaan, kerakusan, egoisme, keburukan perilaku.
    3. Lambang mungkin berupa warna, cahaya, suara, gerak, bahkan bau-bauan yang melekat pada benda tersebut.

    III. SISTEM PERLAMBANGAN WAYANG GOLEK DI PASUNDAN

    1. Sistem perlambangan merrupakan perkumpulan beberapa komponen seni pagelaran wayang golek di Pasundan yang saling berhubungan , saling mengisi, dan saling menunjang satu sama lain sehingga menjadi gabungan seni yang membentuk satu kesatuan pagelaran secara utuh.
    2. Komponen seni pagelaran wayang golek di Pasundan terdiri atas:
      1. Seni rupa ialah seni lukis, seni ukir, dan seni sulam.
      2. Seni gerak berupa seni tari, bahasa tubuh wayang, seni gerak dalam perkelahian wayang.
      3. Seni sastra, prolog (biantara) Ki Dalang, kakawen, siloka, silib, syair lagu juru kawih, dialog wayang, dsb.
      4. Seni suara: yang verbal merupakan suara Ki Dalang ketika prolog, biantara, nurwa, suara juru kawih, Sedangkan yang nonverval berupa suara gamelan, kecrek, dsb.
      5. Seni drama/theater: adegan drama, dialog wayang tiap babak karakter tersendiri.
    Sistem perlambangan wayang golek di Pasundan dituangkan secara terpadu didalam dimensi-dimensi seni pagelaran tersebut di atas.

    IV. PANCA “S” SUATU METODA PERLAMBANGAN
    Panca “S” artinya lima “S”, singkatan dari Sindir, Silib, Sasmita, Siloka, Simbul.

    1. SINDIR, kritikan, sindiran, kecaman, pujian yang diungkapkan dalam bentuk:
        1. Prolog dalang, diwujudkan dalam bentuk seni suara dan seni sastra yang disebut MURWA, KAKAWEN.
        2. Dalam bentuk untaian lakon.
        3. Sisindiran berupa syair lagu juru kawih.
        4. Kata-kata dalam dialog wayang.
      • SILIB, artinya sisipan. Merupakan hal yang disisipkan berupa nasihat, pendidikan, ajakan kebaikan.
      • SILOKA, kalimat sampiran (cangkang) kemudian artinya dijelaskan Ki Dalang, misalnya: “CIRI, JALADRI, SURYA, CANDRA,... Itu sebagai sampiran, kulit luarnya, yang mengandung arti bahwa seorang pemimpin harus memiliki sifat Giri (teguh bagai gunung, tinggi berbudi luhur), Jaladri, seluas lautan,artinya seorang pemimpin harus berwawasan luas dan berharapan untuk kesejahteraan rakyat. Surya Candra artinya bahwa seorang pemimpin harus bisa menerangi rakyatnya.
      • SIMBUL, gambar, bentuk pagelaran, bentuk wayang, bentuk gunungan,dsb.
      • SASMITA, isyarat, tanda, tutur kata Ki Dalang sebagai isyarat bahwa pagelaran akan dimulai, dihentikan, bahkan ditutup. Isyarat ini bisa berupa suara (campala dan kecrek), bisa tutur kata.

      V. LAMBANG-LAMBANG RELIGIUS ISLAM 

      Jagat, terdiri atas pohon pisang yang melintang melambangkan dunia yang fana, sementara berupa pohon pisang yang cepat busuk. Dalam beberpa kesempatan, Allah swt peringatkan kepada umat manusia, diantaranya:

       وَمَا هَٰذِهِ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ لَهِىَ ٱلْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا۟ يَعْلَمُونَ 

      Dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui (Qsal-Ankabut:64)



      Janturan, kiri dan kanan. Janturan kanan terdiri atas wayang-wayang bertabiat baik, sedangkan janturan kiri terdiri dari wayang-wayang bertabiat buruk. Sebagaimana firman-Nya:


       فَأَصْحَٰبُ ٱلْمَيْمَنَةِ مَآ أَصْحَٰبُ ٱلْمَيْمَنَةِ وَأَصْحَٰبُ ٱلْمَشْـَٔمَةِ مَآ أَصْحَٰبُ ٱلْمَشْـَٔمَةِ 

      Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu (QS. Al-Waqiah:8-9).

      Wayang pada janturan menghadap kedalam, melambangkan bahwa ruh manusia pada awalnya di alam ruh mengakui Rob-nya sebagai pujaannya, tetapi setelah lahir kedunia ada yang mukmin ada yang kafir. Pengakuan ruh manusia terhadap tuhannya, sebagaimana firman-Nya:

       وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَآ ۛ أَن تَقُولُوا۟ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَٰفِلِينَ 


      Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (QS al-Araf:172),

      Gugunungan, ada dua macam gunungan, yakni wadon dan lanang. Gunungan wadon melambangkan wanita (pinggulnya besar), sedangkan gunungan lanang melambangkan pria (pinggulnya agak ramping). Melambangkan bahwa manusia setelah Adam dan Hawa dilahirkan kedunia dilahirkan melalui pernikahan pria dan wanita (an-Nisa:1). Allah swt berfirman: 

       يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا


      Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya [tulang rusuk] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu (QS an-Nisa:1). 

      Dalang adalah lambang “AKU”nya manusia untuk mengendalikan sifat tabiat, pikiran, perasaan yang ada pada diri manusia yang dilambangkan berupa wayang sebagai simbol sifat-sifat manusia tersebut. 

      Dalang adalah “AKU”nya manusia yang mengakui dirinya sebagai makhluk dari Sang Kholik. Komitmen tersebut tergambar didalam prolog murwa berikut: 

      Pun kaula Ki Dalang Kandabuana Ngadeg dipuseuring jagat pawayangan Ngawasa wayang sakotak Anu rek dikotektak

      Ngawasa bari dikawasa Ku Allah nu Mahaesa Nu nyiptakeun bumi, langit, jeung eusina Nu nyiptakeun sakabeh alam Boh alam gaib boh alam nyata Alam dunya jeung akheratna

      Anjeun-Na Anu Jumeneng Bari teu aya nu ngajenengkeun Estu jumeneng ku kersa Anjeuna Anjeuna nu wajib ayana Mustahil euweuhna Teu anak teu enggon Teu ibuan teu ramaan Anjeun nu kagungan mulajadi Tina sakabeh nu dijadikeun

      Ku Pangawasa Anjeunna Lajeng nyiptakeun manusa cikal Dituturkeun ku pasanganana Nyatana Adam sareng Hawa Anu ngarundaykeun manusa Saalam dunya, boh lalaki boh awewe Anu pada-pada kasifatan Ku sifat bumi, cai, seuneu, angin.

      Sifat Bumi: Pasrah, sadrah kana kersa nu ngersakeun Dipihade mulang hade Dipigoreng mulang goreng Mun diurus mere cukup Dipiara mere kaya Mun dibawa joledar-tamelar Pamulangna ku sangsara

      Sifat Cai: Handap asor bari balabah tara aya cai ngapung kaluhur atawa palid kagirang Kajeun ngarayap dibelaan mapag ka handap ahirna teu burung tepi ka sagara nu lega Tukuh junun dina enggoning Ngudag tujuan Dibelaan narutus gunung batu Naratas cadas teuas Mun dibendung kajeun caah kaleberan Tibatan pegat lumampah Sifat cai mere hurip ka saneskara nu hirup Tapi mun datang amarahna Matak ruksak sakur nu kalembat

      Watek, Sifat Seuneu: Angkuh, adigung, barangasan, teu bisa asor kahandap, lir nafsu nu taya kaseubeuhanana, karepna mangparung ngaberung. Tapi sanajan kitu, manusa perlu mibanda seuneu sakadar sakirana anu mangfaat kadirina Sabab mun manusa teu mibanda seuneu, lir ibarat jiwa anu teu mibanda nafsu,l ir ibarat hawu anu tiis teu kaarah gawena teu kaala faedahna.

      Sifat Angin: Gaib sajeroning wujud, disebut euweuh tapi karasa ayana, disebut aya teu katingal jirimna. Lir ibarat nafsu nu teu katingali, leuwih leutik batan leutik, leuwih lembut batan lembut. Mun eta musna ti manusa, tanwande lebur papan kalawan tulis, lebur kujur beak awak, mulih kajati mulang ka asal, muncang labuh kapuhu, kebo mulih pakandangan. Balikka jiwa nu tadi, cai balik kacai, bumi balik kabumi, seuneu balik ka seuneu, angin balik ka angin. Diri balik ka gustina mawa amal hade amal goreng, ditimbang di poe ahir.
    2. You might also like

      No comments:

      Post a Comment